Senin, 12 November 2012

Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-Balik (E4)


Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-Balik
(E4)
Philin Yolanda Dwi Sagita, Nike Ika Nuzula, Endarko, M.Si, P.hD
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: Nike09@mhs.physics.its.ac.id

AbstrakPraktikum Rangkaian Seri RLC Arus Bolak Balik (E4) yang bertujuan untuk menentukan karakteristik lampu pijar, menera skala induktor variabel, dan menentukan frekuensi resonansi dari rangkaian seri arus AC telah dilaksanakan. Komponen dasar yang digunakan pada praktikum ini antara lain Vari AC, Lampu pijar 25 W / 220 V, Induktor Variabel dengan skala 1-9 cm, Kapasitor 4 µF, Miliampere AC, Multitester, dan Power Supply DC. Pada praktikum ini terdapat 3 jenis Praktikum yang dilakukan. Pada praktikum pertama (Menentukan Karakteristik Lampu Pijar) digunakan 5 variasi nilai tegangan sumber yang berbeda yaitu 5 V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V. Pada praktikum ini didapatkan nilai resistansi dan arus listrik yang melewati rangkaian AC dan DC namun tidak didapatkan lampu dengan rangkaian AC atau DC yang lebih terang. Pada praktikum kedua (Menera Skala Induktor Variabel) digunakan tegangan sumber sebesar 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Pada praktikum ini disimpulkan bahwa semakin besar nilai skala induktor yang diberikan maka nilai induktansi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Pada praktikum ketiga (Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC) digunakan tegangan 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Pada praktikum ini disimpulkan bahwa nilai induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya.

Kata KunciAC, DC, Resistansi, Kapasitansi, Induktansi, dan Frekuensi resonansi.


I. PENDAHULUAN

A
rus listrik (I) adalah aliran muatan listrik yang terjadi karena adanya perbedaan potensial dalam medan listrik. Beda potensial dapat dihasilkan oleh sel baterai atau generator, yang mengakibatkan arus listrik mengalir dalam rangkaian.
Arus listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Arus Searah dan Arus Bolak-Balik. Arus Searah (DC – Dirrect Current) adalah arus yang mengalir dalam satu arah. Sedangkan Arus Bolak-Balik (AC – Alternating Current) adalah arus yang arahnya dalam rangkaian berubah-ubah (sinusoidal) dalam selang waktu yang teratur. Arus Bolak-Balik ditimbulkan oleh gaya gerak listrik yang berubah-ubah. Video di bawah ini adalah tentang bagaimana sebuah generator AC (alternator) bekerja, walaupun tidak menghasilkan tegangan yang besar. magnet yang berputar dekat solenoida dapat menghasilkan sinyal AC yang terdeteksi pada osiloskop-komputer.
Arus bolak-balik dan gaya gerak listrik biasanya dinyatakan dengan harga rata-rata dan efektif. Harga rata-rata dari tegangan dan arus bolak-balik dapat ditentukan dengan mengambil setengah periode dari gelombang sinusoidal (π). Sedangkan harga efektif dari arus dan tegangan bolak-balik didefinisikan sebagai nilai sedemikian rupa sehingga menghasilkan energi kalor rata-rata yang sama pada arus searah yang melewati hambatan R. Harga efektif merupakan harga yang terbaca pada alat ukur voltmeter maupun amperemeter AC (multimeter).

Description: Grafik Arus & Tegangan AC
Gambar 1. Grafik Arus & Tegangan AC
Alat pengukur arus dan tegangan bolak-balik, yang dapat mengukur serta mempelajari beda potensial dapat menggunakan multimeter maupun osiloskop (CRO – Cathode Ray Oscilloscope). Perbedaan yang diberikan oleh kedua alat ukur ini terletak pada hasilnya. Multimeter menghasilkan alat (meteran) yang dapat menunjukkan penyimpangan pada skala sesuai dengan besarnya arus dan tegangan. Adapun osiloskop menghasilkan bintik pada layar flouresensi berupa grafik sinusoidal yang diakibatkan dari tembakan sinar katode yang mengenai belakang layar secara berulang-ulang sehingga menghasilkan jejak yang nampak pada bagian depan layar.
Listrik untuk keperluan rumah tangga dan industri dihasilkan dari stasiun pembangkit listrik oleh generator-generator besar yang menghasilkan listrik bolak-balik pada frekuensi 50 herz dan 60 herz. Arus bolak-balik tak seperti arus searah, dapat secara mudah diubah untuk menghasilkan beda potensial yang lebih besar atau kecil dengan menggunakan transformator (step up – step down). Ini berarti bahwa tegangan tinggi dapat digunakan untuk transmisi, yang dapat mengurangi kehilangan daya dalam kabel transmisi. Pasokan listrik ke rumah-rumah terdiri dari dua kabel dari substasiun (gardu listrik) untuk mengalirkan arus listrik bolak-balik dan ada kabel kabel tambahan (arde) yang dihubungkan ke bumi sebagai tindakan pengamanan.
Resonansi adalah suatu gejala yangterjadi pada suatu rangkaian bolak-balik yang mengandung elemen induktor dan kapasitor. Resonansi dalam rangkaian seri disebut resonansi seri, sedangkan resonansi parallel (anti resonansi) adalah resonansi rangkaian paralel. Resonansi seri terjadi bila reaktansi induktif sama dengan reaktansi kapasitif, sedangkan Resonansi parallel terjadi bila sustansi induktif disuatu cabang sama dengan sustansi kapasitif pada cabang lainnya.
                                Impedansi suatu rangkaian RLC bergantung kepada frekuensi. Karena reaktansi induktif sebanding lurus dan reaktansi kapasitif berbanding terbalik dengan frekuensi. Besarnya arus AC (I) yang mengalir pada rangkaian RLC seri bergantung pada besarnya tegangan dan impedansi (Z).

…………………………(1)

…………………………..(2)
Dengan: 
R  = resistansi (ohm, Ω)               
  = frekuensi anguler (rad/s)
L  = induktansi (henry, H)          
XL = reaktansi induktif (ohm, Ω)
C  = kapasitansi (farad, F)          
XC = reaktansi kapasitif (ohm, Ω)

          Misalkan kita mempunyai sebuahhambatan R, inductor L, dan kapasitor C yang terangkai secara seri dan dihubungkan dengan sumber tegangan tetap Vs (t) seperti pada gambar berikut :

Gambar 2. Rangkaian RLC

Maka, Rangkaian seri R-L-C memberi  harga hambatan total, dinamakan impedansi, Z sebesar :

Z = …………………..(3)

                                Adapun hubungan antara R, L, C, dan Z dapat dinyatakan dalam suatu diagram yang dinamakan diagram phasor. Hubungan R, XL, dan XC dapat digambarkan dalam suatu system sumbu koordinat seperti gambar di bawah ini :
Gambar 3. Diagram Fasor Rangkaian RLC
Dan
tan  = ……………………….(4)

Dengan : φ adalah beda fase antara V dan i
                                Kondisi dimana XL = XC dapat dibuat dengan mengatur frekuensi dari sumber tegangan bolak-balik. Frekuensi ini disebut frekuensi resonansi. Jadi,
XL = XC

ωL =

ω2 =

f = ………………………...(5)

Sehingga, Daya listrik pada rangkaian arus bolak-balik adalah daya yang terbuang pada hambatan R. ( PR ) sebesar :

PR = (Ief)2 R………………………………(6)

PR = (Ief)2 Z cos φ
                                                               
PR = Ief Ief Z cos φ
                                                                                                               
PR = Ief Vef cos φ
                                                                                                               
PR = P cos φ……………………………...(7)

                                Sehingga pada praktikum Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik (E4) para praktikan diharapkan dapat menetukan kharakteristik lampu pijar dengan mengukur dan membandingkan hubungan kesebandingan nilai hambatan lampu dan nilai tegangannya. Para praktikan juga diharapkan dapat menera skala induktor variabel, dan menentukan nilai frekuensi resonansi dari rangkaian seri arus bolak-balik dengan mengubah nilai skala induktor variabelnya dan menghitung serta membandingkan hubungan kesebandingan antara skala induktor variabel yang diberikan, nilai induktansi yang dihasilkan, dan nilai frekuensi resonansi yang terjadi.

II.METODE


Langkah awal dalam melakukan praktikum ini adalah menyiapkan peralatan-peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktikum, yaitu sebuah Vari AC, sebuah Lampu pijar 25 W / 220 V, sebuah Induktor Variabel dengan skala 1-9 cm, sebuah Kapasitor 4 µF, sebuah Miliampere AC, sebuah Multitester, dan sebuah Power Supply DC. Pada praktikum pertama (Menentukan Karakteristik Lampu Pijar) digunakan 5 variasi nilai tegangan sumber yang berbeda yaitu 5 V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V. Kemudian rangkaian disusun seperti pada gambar berikut.
Gambar 1.   Rangkaian Alat untuk menentukan
karakteristik lampu pijar

            Kemudian rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan AC dan DC. Aturlah batas ukur tegangan pada masing-masing power supply AC dan DC untuk setiap variasi nilai tegangan sumber yang telah ditentukan sebelumnya. Pada praktikum ini akan didapatkan data hasil pengamatan berupa keadaan nyala lampu, nilai arus yang melewati rangkaian, dan nilai tegangan output yang dapat diamati pada alat multitester. Akan tetapi pada praktikum pertama ini tidak dilakukan pengulangan dalam pengambilan data, sehingga tidak diperlukan data ralat untuk masing-masing data yang diambil.
Pada praktikum kedua (Menera Skala Induktor Variabel) digunakan tegangan sumber sebesar 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Kemudian rangkaian disusun seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.   Rangkaian alat untuk menentukan frekuensi
dari rangkaian seri AC

kemudian aturlah nilai tegangan sumber pada power supply AC hingga skala menunjukkan nilai 100 V. Lalu atur skala induktor variabel pada skala 1 hingga 8 sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada praktikum ini akan didapatkan data hasil pengamatan berupa nilai arus yang melewati rangkaian, dan nilai tegangan output pada Induktor yang dapat diamati pada alat multitester. Akan tetapi seperti pada praktikum pertama, praktikum kedua ini tidak dilakukan pengulangan dalam pengambilan data, sehingga tidak diperlukan data ralat untuk masing-masing data yang diambil.
Pada praktikum ketiga (Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC) digunakan tegangan 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Kemudian rangkaian disusun seperti pada gambar berikut.

Gambar 2 Rangkaian alat untuk menera skala induktor variabel

      Kemudian tegangan sumber diatur hingga menunjukkan nilai 100 V. Seperti pada praktikum kedua, pada praktikum ini juga dilakukan pengaturan skala induktor pada selang 1 hingga 8. Pada praktikum ini akan didapatkan data hasil pengamatan berupa nilai arus yang melewati rangkaian, dan nilai tegangan output pada Induktor dan kapasitor yang dapat diamati pada alat multitester. Akan tetapi seperti pada praktikum pertama dan kedua, praktikum ketiga ini juga tidak dilakukan pengulangan dalam pengambilan data, sehingga tidak diperlukan data ralat untuk masing-masing data yang diambil.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum Rangkaian Seri RLC Arus Bolak Balik (E4) ini bertujuan untuk menentukan karakteristik lampu pijar, menera skala induktor variabel, dan menentukan frekuensi resonansi dari rangkaian seri arus AC. Komponen dasar yang digunakan pada praktikum ini antara lain Vari AC, Lampu pijar 25 W / 220 V, Induktor Variabel dengan skala 1-9 cm, Kapasitor 4 µF, Miliampere AC, Multitester, dan Power Supply DC.
Pada praktikum pertama (Menentukan Karakteristik Lampu Pijar) digunakan 5 variasi nilai tegangan sumber yang berbeda yaitu 5 V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V. Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan mengenai nilai tegangan dan arus listrik yang melewati rangkaian dengan menggunakan multitester sehingga akan didapatkan daftar data hasil pengamatan Praktikum Menentukan Karakteristik Lampu Pijar pada arus AC seperti pada tabel 1 berikut ini.


Tabel 1. Data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus AC
Vin (volt)
Nyala Lampu
I (ampere)
Vout (volt)
5
Mati
0.01
4.2
10
Mati
0.01
9.4
15
Mati
0.01
16
20
Mati
0.01
19
25
Sangat redup
0.01
23

        Berdasarkan data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus AC diatas dapat kita ketahui bahwa nilai arus listrik yang melewati rangkaian bernilai sama yakni sebesar 0.01 A. Sedangkan pada hasil pengamatan multitester juga didapatkan nilai V-out yang hampir mendekati nilai V-in yang diberikan pada sumber tegangan AC.
         Sementara itu, pada praktikum yang sama namun dengan sumber tegangan yang berbeda yakni sumber tegangan DC didapatkan data hasil pengamatan seperti pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus DC
Vin (volt)
Nyala Lampu
I (ampere)
Vout (volt)
5
Mati
0.004
1.4
10
Mati
0.0065
3.2
15
Mati
0.0067
4.4
20
Mati
0.01
6.2
25
Sangat redup
0.01125
7.8

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai arus listrik yang melewati rangkaian berbeda untuk setiap variasi nilai tegangan input yang diberikan oleh sumber tegangan DC. Begitu pula dengan nilai tegangan output yang didapatkan pada hasil pengamatan kali ini. Nilai V-out yang seharusnya memiliki nilai yang hampir menyerupai nilai V-in, pada praktikum ini memiliki nilai yang jauh sangat berbeda. Hal ini bisa diakibatkan oleh pengaruh nilai resistansi pada lampu, kabel, dan peralatan lain yang digunakan pada praktikum sehingga dapat mengurangi nilai V-in menjadi V-out dengan selisih nilai yang sangat berbeda maupun dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan yang tidak cukup paham cara menghitung tegangan listrik dengan menggunakan multitester sehingga terjadi kesalahan pengukuran seperti pada data V-out diatas.
Pada praktikum kedua (Menera Skala Induktor Variabel) digunakan tegangan sumber sebesar 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Seperti pada praktikum pertama, pada praktikum kedua ini akan dilakukan pengamatan mengenai nilai arus listrik yang melewati rangkaian dan nilai tegangan listrik pada induktor yang telah diatur berdasarkan dengan variasi skala induktor yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun data hasil pengamatan pada Praktikum Menera Skala Induktor Variabel dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Data hasil pengamatan Praktikum 2
Skala Induktor
I (ampere)
VL (volt)
1
0.039
0.285
2
0.039
0.290
3
0.039
0.292
4
0.039
0.300
5
0.039
0.310
6
0.039
0.330
7
0.039
0.410
8
0.039
0.500

                                Berdasarkan data hasil pengamatan Praktikum (Menera Skala Induktor Variabel) diatas dapat diketahui bahwa nilai arus listrik yang melewati rangkaian untuk semua variasi skala induktor adalah sama yaitu sebesar 0.039 A. Hal itu sesuai dengan data hasil pengamatan arus listrik AC pada praktikum pertama yang memiliki nilai arus listrik AC yang sama juga. Dua hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa arus listrik AC pada rangkaian listrik akan selalu bernilai konstan tidak dipengaruhi oleh nilai tegangan input, output, nilai resistansi, dan nilai induktansi yang diberikan pada rangkaian tersebut.
Begitu pula pada data hasil pengamatan pada praktikum ketiga (Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC) yang menggunakan tegangan 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8 seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Data hasil pengamatan Praktikum 3
Skala Induktor
I (ampere)
VLC (volt)
1
0.0021
97
2
0.0021
96
3
0.0021
95
4
0.0021
93
5
0.0021
91
6
0.0021
90
7
0.0021
88
8
0.0021
85
                          Pada tabel 4 (Praktikum 3) diatas juga menunjukkan gejala arus listrik yang sama dengan gejala arus listrik untuk Praktikum kedua yaitu pada kedua praktikum ini dihasilkan nilai arus listrik yang sama untuk semua variasi skala induktor yang diberikan.
                                Sehingga dari ketiga data hasil praktikum (Menentukan Kharakteristik Lampu Pijar, Menera Skala Induktor Variabel, dan Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC) tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai arus listrik yang dihasilkan pada rangkaian AC akan menghasilkan nilai yang konstan, tidak dipengaruhi oleh variasi tegangan input, output dan resistansi pada praktikum pertama serta variasi induktansi pada praktikum kedua.
                                Kemudian setelah mendapatkan data hasil pengamatan pada praktikum pertama, kedua, dan ketiga seperti yang telah dipaparkan diatas, selanjutnya akan dilakukan perhitungan untuk nilai resistansi lampu pada praktikum pertama. Adapun persamaan rumus yang digunakan pada perhitungan di Praktikum Menentukan Kharakteristik Lampu Pijar ini adalah sebagai berikut.
R = …………………………(8)

                                Dengan menggunakan persamaan (1) diatas akan didapatkan nilai resistansi lampu untuk semua variasi tegangan input seperti pada tabel 5 dibawah ini

Tabel 5. Data hasil perhitungan Praktikum 1 pada arus AC
Vin (volt)
I (ampere)
Vout (volt)
R (Ω)
5
0.01
4.2
420
10
0.01
9.4
940
15
0.01
16
1600
20
0.01
19
1900
25
0.01
23
2300
Rata-rata
1432

                                Berdasarkan dengan data hasil perhitungan nilai rasistansi pada praktikum Menentukan Kharakteristik Lampu Pijar pada arus AC diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai Vin dan Vout yang diberikan, maka nilai resistansi lampu akan semakin besar sehingga akan didapatkan nilai resistansi lampu rata-ratanya sebesar 1432 Ω.
                                Begitu pula dengan praktikum pertama untuk arus DC, dengan menggunakan rumus mencari nilai resistansi lampu yang sama akan didapatkan nilai resistansi lampu untuk semua variasi tegangan input dan output pada arus DC seperti yang ditunjukkan pada tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Data hasil perhitungan Praktikum 1 pada arus DC
Vin (volt)
I (ampere)
Vout (volt)
R (Ω)
5
0.004
1.4
350
10
0.0065
3.2
492.31
15
0.0067
4.4
656.716
20
0.01
6.2
620
25
0.01125
7.8
693.33
Rata-rata
562.47

                                Pada data hasil perhitungan nilai resistansi lampu pada Praktikum Mentukan Kharakteristik Lampu Pijar untuk arus DC diatas menghasilkan kesimpulan yang sama dengan data hasil perhitungan pada praktikum pertama dengan arus AC yaitu semakin besar nilai tegangan input dan output yang diberikan, maka nilai resistansi lampu juga akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai resistansi suatu hambatan sebanding dengan nilai tegangan yang diberikan walaupun nilai arus listrik yang dihasilkan tidak memiliki nilai kesebandingan apapun dengan keduanya.
                                Akan tetapi, jika diperhatikan lebih lanjut pada tabel hasil perhitungan nilai resistansi lampu diatas terdapat penyimpangan nilai antara teori hubungan kesebandingan resistansi dan tegangan diatas dengan data hasil perhitungan. Pada saat tegangan inputnya sebesar 20 V dan tegangan outputnya sebesar 6.2 V didapatkan nilai resistansi sebesar 620 Ω. Nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai resistansi lampu pada saat tegangan inputnya sebesar 15 V yaitu sebesar 656.716 V. Sementara untuk data hasil perhitungan nilai resistansi yang lain sedah menunjukkan kesesuaian dengan teori hubungan nilai resistansi dan tegangan tersebut.
                                Ketidaksesuaian data hasil pengamatan pada tegangan input 20 V tersebut bisa disebabkan oleh kesalahan praktikan pada saat melakukan pengukuran nilai Vout seperti yang telah dijelaskan pada subab analisis data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus DC sebelumnya.
                                Terlepas dari semua ketidaksesuaian data hasil perhitungan pada praktikum 1 arus DC diatas, selanjutnya akan dilakukan perhitungan nilai induktansi untuk setiap variasi skala induktor yang diberikan pada rangkaian AC.
                                Adapun rumus yang digunakan untuk mencari nilai induktansi pada praktikum kedua ini antara lain sebagai berikut.
XL =

ω L =

L =

L = ......................................(9)

                                Apabila diketahui bahwa nilai frekuensi tegangan AC pada PLN Indonesia sebesar 50 Hz, akhirnya dengan menggunakan rumus (2) diatas kita dapat menghitung nilai induktansi induktor yang digunakan pada Praktikum kedua ini seperti yang akan ditunjukkan pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Data hasil perhitungan Praktikum 2
Skala Induktor
L (henry)
1
0.023273
2
0.023681
3
0.023845
4
0.024498
5
0.025314
6
0.026948
7
0.03348
8
0.04083

                                Berdasarkan dengan data hasil perhitungan nilai induktansi induktor pada praktikum dua diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala induktor yang digunakan maka nilai induktansi induktornya juga akan semakin besar. Skala induktor yang digunakan pada praktikum ini adalah panjang batang magnet logam yang masuk kedalam lilitan kawat. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa nilai induktansi suatu induktor dipengaruhi oleh banyaknya lilitan kawat, nilai permeabilitas bahan, luas permukaan kawat, dan panjang batang magnet logam yang digunakan seperti pada praktikum kali ini.

                 Grafik 1. Hubungan Skala Induktor dan Induktansi

Berdasarkan dengan grafik Hubungan Skala Induktor dan Induktansi pada grafik 1 diatas diketahui bahwa nilai regresi linier antara hubungan skala induktor dan induktansinya adalah sebesar y = 0.0022x + 0.018 dengan gradien kemiringannya sebesar R² = 0.7226. Dengan menggunakan persamaan regresi linier pada grafik diatas kita dapat menentukan nilai induktansi suatu induktor dengan skala induktor sebagai variabel x-nya tanpa harus mengukur nilai Vout dan arus listriknya sesuai dengan rumus (2) diatas. Grafik diatas juga semakin meyakinkan kita bahwa nilai induktansi berbanding lurus dengan skala induktor. Semakin besar nilai skala induktor yang diberikan maka nilai induktansi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Hal itu dapat dilihat dari nilai gradien kemiringannya yang mencapai nilai positif.
Selanjutnya pada praktikum ketiga yaitu Praktikum Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus Listrik ini, akan dilakukan perhitungan nilai frekuensi resonansi pada rangkaian seri induktor dan kapasitor.
                                Adapun rumus yang digunakan pada perhitungan praktikum ketiga ini antara lain.

ƒ =  ………………………..(5)

                                Dengan menggunakan nilai induktansi induktor pada praktikum kedua dan diketahui bahwa nilai kapasitansi kapasitor yang digunakan adalah sebesar 4µF, maka dengan menggunakan rumus (3) diatas, kita dapat menemukan nilai frekuensi resonansi untuk masing-masing variasi nilai nilai induktansi yang digunakan seperti pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Data hasil perhitungan Praktikum 3
Skala Induktor
L (henry)
Frekuensi Resonansi (Hz)
1
0.023273
521.8973
2
0.023681
517.3786
3
0.023845
515.6037
4
0.024498
508.6826
5
0.025314
500.4108
6
0.026948
485.0098
7
0.03348
435.1265
8
0.04083
394.0238

                                Karena nilai kapasitansi kapasitor dan 2π adalah konstan, maka nilai frekuensi resonansi yang terjadi hanya dipengaruhi oleh nilai kapasitansi yang digunakan. Semakin besar nilai kapasitansi yang digunakan maka frekuensi resonansi yang dihasilkan justru akan semakin kecil. Hal itu dapat dilihat di data hasil pengamatan Praktikum 3 pada tabel 8 diatas. Pada tabel 8 diatas diketahui bahwa pada saat induktansinya bernilai paling kecil yakni sebesar 0.023273 Henry, nilai frekuensi resonansinya justru menghasilkan nilai yang terbesar yakni sebesar 521.8973 Hz. Sementara itu pada tabel 4 (Data hasil pengamatan Praktikum 3) sebelumnya diketahui bahwa semakin besar nilai skala induktor yang diberikan, maka nilai tegangan output LC yang dihasilkan justru akan semakin kecil. Sedangkan nilai induktansi induktor sebanding dengan nilai skala induktornya. Sehingga dari ketiga hubungan ini dapat kita simpulkan bahwa nilai induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya.
                                Sehingga berdasarkan dengan kesimpulan hipotesis awal tersebut dapat kita buktikan dengan mengamati grafik hubungan induktansi dan VLC berikut ini.

Grafik 2. Hubungan Induktansi dan VLC
           
                                Sesuai dengan hasil hipotesis awal, pada grafik 2 diatas, diketahui memiliki persamaan regresi linier sebesar y = -601.22x + 108.55 dan R² = 0.8161 dengan gradient kemiringannya bernilai negatif. Nilai gradient negatif tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara induktansi dan nilai tegangan LC tersebut adalah berbanding terbalik. Hal itu sesuai dengan hipotesis awal bahwa nilai induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya.
                                Seperti yang telah diketahui bahwa frekuensi resonansi dapat terjadi apabila arus dalam keadaan maksimum sedangkan tegangan antara induktor dan kapasitor dalam keadaan minimum, sehingga nilai reaktansi induktif akan sama besarnya dengan reaktansi kapasitif dan nilai frekuensi resonansinya berbanding terbalik dengan nilai dari induktansinya.
Berdasarkan dengan kesimpulan awal bahwa nilai induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya. Maka nilai frekuensi resonansinya juga akan sebanding dengan nilai VLC. Jika variabel VLC diatas digantikan oleh variabel frekuensi resonansi, maka akan didapatkan hubungan antara nilai induktansi dan frekuensi resonansi yang saling berbanding terbalik. Hal ini sesuai dengan teori persyaratan terjadinya frekuensi resonansi yang telah dikemukakan diatas.

IV.KESIMPULAN


Pada praktikum Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-Balik (E4) terdapat 3 jenis Praktikum yang dilakukan.
Pada praktikum pertama dengan tema Menentukan Kharakteristik Lampu Pijar didapatkan bahwa lampu pijar pada arus AC memiliki nilai resistansi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai resistansi pada arus DC yakni sebesar 1432 Ω dan 562.47 Ω. Sedangkan arus listrik yang dihasilkan pada rangkaian AC relatif lebih besar dan konstan dibandingkan dengan arus listrik pada rangkaian DC. Pada praktikum ini tidak diketahui lampu pada rangkaian apa yang memiliki nyala lampu paling terang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar hasil percobaan, lampu tidak menyala atau menyala dengan sangat redup sehingga tidak bisa dibandingkan nyala lampu dengan rangkaian apa yang lebih terang.
Berdasarkan dengan data hasil pengamatan dan perhitungan pada praktikum kedua dengan tema Menera Skala Induktor Variabel, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai skala induktor yang diberikan maka nilai induktansi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Hal itu juga dapat dibuktikan melalui hubungan antara nilai skala induktor dan nilai induktansi pada grafik 1 yang memiliki gradient kemiringan bernilai positif.
Sementara itu, pada praktikum ketiga dengan tema Menentukan Frekuensi Dari Rangkaian Seri Arus AC, dapat disimpulkan bahwa nilai induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya. Maka nilai frekuensi resonansinya juga akan sebanding dengan nilai VLC. Hal itu sesuai dengan yang ditunjukkan pada grafik 2 (Hubungan nilai induktansi dan nilai tegangan LC) yang memiliki gradient kemiringan negatif.
UCAPAN TERIMA KASIH
Para penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium Elektronika Dasar 1 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan praktikum ini, serta teman-teman yang telah membantu dalam praktikum ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1]     Cooper, D. William. 1999. Instrumentasi Elektronik dan Teknik Pengukuran. Penerbit Erlangga, Jakarta. (pp 117-168)
[2]     Jones, D. Larry & Chn, A. Foster. 2011. Electronic Instruments & Measurement. Wiley &Son, New York. (pp 284-349)
[3]     Margunadi, A.R. 1990. Teori Rangkaian. Penerbit Erlangga, Jakarta.
[4]     Suryatmo, F. 1986. Teknik Listrik Pengukuran. Bina Aksara, Jakarta.
[5]     Bueche, Freserick J dan Hecht, Eugene. 2006. Fisika Universitas. Penerbit Erlangga, Jakarta.
[6]     Giancolli, Douglas C. 2001. Fisika. Penerbit Erlangga, Jakarta.
[7]     Freedman,Young. 2012. “Fisika Universitas”. Jakarta: Erlangga

2 komentar:

  1. lampu pijar 25 watt/220v kok disupply dengan tegangan DC????????? BAHAYA.. untung ada kapasitornya. kalau gak ada mesti lampunya sudah WASSALAM...
    LAMPU Pijar tidak boleh disupply DC langsung, BAHAYA!!! karena akan short circuit (tidak ada hambatan induktif). Di percobaan anda, lampu terlihat mati (dan selamanya akan mati) karena supply yg digunakan adalah DC dengan kapasitor dirangkai seri (ingat prinsip pemuatan kapasitor di DC).
    KESIMPULAN : PERCOBAAN 1 dengan DC SUPPLY=NGAWUR.
    Di percobaan 1 yg pake supply AC lampu terlihat redup bahkan mati karena daya efektif yg masuk ke lampu sangat kecil akibat beda fasa arus dan tegangannya. karena pakai kapasitor maka faktor daya tidak lagi mendekati satu, bisa jadi setengah bahkan nol.. coba ganti kapasitor dengan nilai uFarad yg lebih besar sampai mendekati frekuensi resonansi 50Hz (PLN) maka lampu akan semakin terang..
    lampu pijar di rangkaian AC sudah tidak lagi bersifat resistif melainkan bersifat reaktif karena punya reaktansi induktif. jadi SALAH BESAR kalau mengukur resistansi kawat lampu pijar di rangkaian AC. harusnya pakai ohmmeter saja, bukan seperti perhitungan dari rangkaian DC di atas.. (BAHAYA kalau tidak ada Kapasitornya).

    SALAM
    Fithro (PHYSICS '07)

    BalasHapus
  2. Mohon maaf sebelumnya karna saya masih blajar, saya sering pake tegangan DC untuk lampu pijar tpi lampu pijarnya tidak apa2, disini lampu pijar sama saja dengan lampu rem pd motor ato sejenisnya, yg membedakan hanya tegangan dan arus, jadi menurut saya tidak apa2 jika pake DC, yg bahaya lampu neon jika tidak pake C...

    BalasHapus