Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-Balik
(E4)
|
Philin
Yolanda Dwi Sagita, Nike
Ika Nuzula, Endarko, M.Si,
P.hD
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: Nike09@mhs.physics.its.ac.id |
Abstrak—Praktikum Rangkaian
Seri RLC Arus Bolak Balik (E4) yang bertujuan untuk menentukan karakteristik lampu pijar, menera skala
induktor variabel, dan menentukan frekuensi resonansi dari rangkaian seri arus
AC telah dilaksanakan. Komponen dasar yang digunakan pada praktikum ini antara
lain Vari AC, Lampu pijar 25 W / 220 V, Induktor Variabel dengan skala 1-9 cm,
Kapasitor 4 µF, Miliampere AC, Multitester, dan Power Supply DC. Pada praktikum
ini terdapat 3 jenis Praktikum yang dilakukan. Pada praktikum pertama (Menentukan
Karakteristik Lampu Pijar) digunakan 5 variasi nilai tegangan sumber yang
berbeda yaitu 5 V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V. Pada praktikum ini didapatkan
nilai resistansi dan arus listrik yang melewati rangkaian AC dan DC namun tidak
didapatkan lampu dengan rangkaian AC atau DC yang lebih terang. Pada praktikum
kedua (Menera Skala Induktor Variabel) digunakan tegangan sumber sebesar 100 V
dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Pada
praktikum ini disimpulkan bahwa semakin besar nilai skala induktor yang
diberikan maka nilai induktansi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Pada
praktikum ketiga (Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC) digunakan
tegangan 100 V dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1
hingga skala 8. Pada praktikum ini disimpulkan bahwa nilai
induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan
berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya.
I. PENDAHULUAN
A
|
rus listrik (I) adalah aliran muatan listrik yang terjadi
karena adanya perbedaan potensial dalam medan listrik. Beda
potensial dapat dihasilkan oleh sel
baterai atau generator,
yang mengakibatkan arus listrik mengalir dalam rangkaian.
Arus listrik dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu Arus Searah
dan Arus Bolak-Balik. Arus Searah (DC – Dirrect Current)
adalah arus yang mengalir dalam satu arah. Sedangkan Arus Bolak-Balik (AC – Alternating Current) adalah arus yang
arahnya dalam rangkaian berubah-ubah (sinusoidal) dalam selang waktu yang
teratur. Arus Bolak-Balik
ditimbulkan oleh gaya gerak listrik
yang berubah-ubah. Video di bawah ini adalah tentang bagaimana sebuah generator
AC (alternator) bekerja, walaupun tidak menghasilkan tegangan yang besar.
magnet yang berputar dekat solenoida dapat menghasilkan sinyal AC yang
terdeteksi pada osiloskop-komputer.
Arus
bolak-balik dan gaya gerak listrik biasanya dinyatakan dengan harga rata-rata dan efektif. Harga rata-rata dari tegangan dan arus bolak-balik dapat
ditentukan dengan mengambil setengah periode dari gelombang sinusoidal (π).
Sedangkan harga efektif
dari arus dan tegangan bolak-balik didefinisikan sebagai nilai sedemikian rupa
sehingga menghasilkan energi kalor rata-rata yang sama pada arus searah yang
melewati hambatan R. Harga
efektif merupakan harga yang terbaca pada alat ukur voltmeter maupun
amperemeter AC (multimeter).
Gambar 1. Grafik Arus & Tegangan AC
Alat pengukur arus
dan tegangan bolak-balik, yang dapat mengukur serta mempelajari beda
potensial dapat menggunakan multimeter
maupun osiloskop (CRO – Cathode Ray
Oscilloscope). Perbedaan yang diberikan oleh kedua alat ukur ini
terletak pada hasilnya. Multimeter
menghasilkan alat (meteran) yang dapat menunjukkan penyimpangan pada skala
sesuai dengan besarnya arus dan tegangan. Adapun osiloskop menghasilkan bintik pada layar flouresensi berupa
grafik sinusoidal yang diakibatkan dari tembakan sinar katode yang mengenai
belakang layar secara berulang-ulang sehingga menghasilkan jejak yang nampak
pada bagian depan layar.
Listrik untuk
keperluan rumah tangga dan industri dihasilkan dari stasiun pembangkit listrik
oleh generator-generator besar yang menghasilkan listrik bolak-balik pada
frekuensi 50 herz dan 60 herz. Arus bolak-balik tak seperti arus searah, dapat
secara mudah diubah untuk menghasilkan beda potensial yang lebih besar atau
kecil dengan menggunakan transformator
(step up – step down). Ini berarti bahwa tegangan tinggi dapat
digunakan untuk transmisi, yang dapat mengurangi kehilangan daya dalam kabel
transmisi. Pasokan listrik ke rumah-rumah terdiri dari dua kabel dari
substasiun (gardu listrik) untuk mengalirkan arus listrik bolak-balik dan ada
kabel kabel tambahan (arde) yang dihubungkan ke bumi sebagai tindakan
pengamanan.
Resonansi
adalah suatu gejala yangterjadi pada suatu rangkaian bolak-balik yang
mengandung elemen induktor dan kapasitor. Resonansi dalam rangkaian seri
disebut resonansi seri, sedangkan resonansi parallel (anti resonansi) adalah
resonansi rangkaian paralel. Resonansi seri terjadi bila reaktansi induktif
sama dengan reaktansi kapasitif, sedangkan Resonansi parallel terjadi bila
sustansi induktif disuatu cabang sama dengan sustansi kapasitif pada cabang
lainnya.
Impedansi
suatu rangkaian RLC bergantung kepada frekuensi. Karena reaktansi induktif
sebanding lurus dan reaktansi kapasitif berbanding terbalik dengan frekuensi.
Besarnya arus AC (I) yang mengalir pada rangkaian RLC seri bergantung pada
besarnya tegangan dan impedansi (Z).
…………………………(1)
…………………………..(2)
Dengan:
R = resistansi (ohm, Ω)
= frekuensi anguler (rad/s)
L = induktansi (henry, H)
XL
= reaktansi induktif (ohm, Ω)
C
= kapasitansi (farad, F)
XC = reaktansi kapasitif
(ohm, Ω)
Misalkan kita mempunyai sebuahhambatan
R, inductor L, dan kapasitor C yang terangkai secara seri dan dihubungkan
dengan sumber tegangan tetap Vs (t) seperti pada gambar berikut :
Gambar 2. Rangkaian
RLC
Maka, Rangkaian seri R-L-C memberi harga hambatan total, dinamakan impedansi, Z
sebesar :
Z = …………………..(3)
Adapun
hubungan antara R, L, C, dan Z dapat dinyatakan dalam suatu diagram yang
dinamakan diagram phasor. Hubungan R, XL, dan XC dapat digambarkan dalam suatu
system sumbu koordinat seperti gambar di bawah ini :
Gambar 3. Diagram
Fasor Rangkaian RLC
Dan
tan = ……………………….(4)
Dengan : φ adalah beda fase antara V dan i
Kondisi
dimana XL = XC dapat dibuat dengan mengatur frekuensi
dari sumber tegangan bolak-balik. Frekuensi ini disebut frekuensi resonansi. Jadi,
XL = XC
ωL =
ω2 =
f = ………………………...(5)
Sehingga, Daya
listrik pada rangkaian arus bolak-balik adalah daya yang terbuang pada hambatan R. ( PR ) sebesar :
PR
= (Ief)2 R………………………………(6)
PR =
(Ief)2 Z cos φ
PR = Ief Ief Z cos φ
PR = Ief Vef cos φ
PR = P cos φ……………………………...(7)
Sehingga
pada praktikum Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik (E4) para praktikan
diharapkan dapat menetukan kharakteristik lampu pijar dengan mengukur dan
membandingkan hubungan kesebandingan nilai hambatan lampu dan nilai
tegangannya. Para praktikan juga diharapkan dapat menera skala induktor
variabel, dan menentukan nilai frekuensi resonansi dari rangkaian seri arus
bolak-balik dengan mengubah nilai skala induktor variabelnya dan menghitung
serta membandingkan hubungan kesebandingan antara skala induktor variabel yang
diberikan, nilai induktansi yang dihasilkan, dan nilai frekuensi resonansi yang
terjadi.
II.METODE
Langkah awal dalam melakukan praktikum
ini adalah menyiapkan peralatan-peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktikum, yaitu sebuah Vari AC, sebuah
Lampu pijar 25 W / 220 V, sebuah Induktor Variabel dengan skala 1-9 cm, sebuah Kapasitor
4 µF, sebuah Miliampere AC, sebuah Multitester, dan sebuah Power Supply DC. Pada
praktikum pertama (Menentukan Karakteristik Lampu Pijar) digunakan 5 variasi
nilai tegangan sumber yang berbeda yaitu 5 V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V. Kemudian
rangkaian disusun seperti pada gambar berikut.
Gambar 1. Rangkaian Alat untuk menentukan
karakteristik lampu
pijar
Kemudian
rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan AC dan DC. Aturlah batas ukur
tegangan pada masing-masing power supply AC dan DC untuk setiap variasi nilai
tegangan sumber yang telah ditentukan sebelumnya. Pada praktikum ini akan
didapatkan data hasil pengamatan berupa keadaan nyala lampu, nilai arus yang
melewati rangkaian, dan nilai tegangan output yang dapat diamati pada alat
multitester. Akan tetapi pada praktikum pertama ini tidak dilakukan pengulangan
dalam pengambilan data, sehingga tidak diperlukan data ralat untuk
masing-masing data yang diambil.
Pada praktikum kedua (Menera Skala
Induktor Variabel) digunakan tegangan sumber sebesar 100 V dan 8 variasi skala
induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Kemudian rangkaian
disusun seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.
Rangkaian alat untuk menentukan frekuensi
dari rangkaian seri
AC
kemudian aturlah nilai tegangan sumber
pada power supply AC hingga skala menunjukkan nilai 100 V. Lalu atur skala
induktor variabel pada skala 1 hingga 8 sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pada praktikum ini akan didapatkan data hasil pengamatan
berupa nilai arus yang melewati rangkaian, dan nilai tegangan output pada
Induktor yang dapat diamati pada alat multitester. Akan tetapi seperti pada
praktikum pertama, praktikum kedua ini tidak dilakukan pengulangan dalam
pengambilan data, sehingga tidak diperlukan data ralat untuk masing-masing data
yang diambil.
Pada praktikum ketiga (Menentukan
Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC) digunakan tegangan 100 V dan 8 variasi
skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8. Kemudian rangkaian
disusun seperti pada gambar berikut.
Gambar 2 Rangkaian alat untuk menera
skala induktor variabel
Kemudian
tegangan sumber diatur hingga menunjukkan nilai 100 V. Seperti pada praktikum
kedua, pada praktikum ini juga dilakukan pengaturan skala induktor pada selang
1 hingga 8. Pada praktikum ini akan didapatkan data hasil pengamatan berupa
nilai arus yang melewati rangkaian, dan nilai tegangan output pada Induktor dan
kapasitor yang dapat diamati pada alat multitester. Akan tetapi seperti pada
praktikum pertama dan kedua, praktikum ketiga ini juga tidak dilakukan
pengulangan dalam pengambilan data, sehingga tidak diperlukan data ralat untuk
masing-masing data yang diambil.
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Praktikum Rangkaian Seri RLC Arus
Bolak Balik (E4) ini bertujuan untuk menentukan karakteristik lampu pijar,
menera skala induktor variabel, dan menentukan frekuensi resonansi dari
rangkaian seri arus AC. Komponen dasar yang digunakan pada praktikum ini antara
lain Vari AC, Lampu pijar 25 W / 220 V, Induktor Variabel dengan skala 1-9 cm,
Kapasitor 4 µF, Miliampere AC, Multitester, dan Power Supply DC.
Pada praktikum pertama (Menentukan
Karakteristik Lampu Pijar) digunakan 5 variasi nilai tegangan sumber yang
berbeda yaitu 5 V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V. Pada praktikum ini akan
dilakukan pengamatan mengenai nilai tegangan dan arus listrik yang melewati
rangkaian dengan menggunakan multitester sehingga akan didapatkan daftar data
hasil pengamatan Praktikum Menentukan Karakteristik Lampu Pijar pada arus AC
seperti pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus AC
Vin (volt)
|
Nyala Lampu
|
I (ampere)
|
Vout (volt)
|
5
|
Mati
|
0.01
|
4.2
|
10
|
Mati
|
0.01
|
9.4
|
15
|
Mati
|
0.01
|
16
|
20
|
Mati
|
0.01
|
19
|
25
|
Sangat redup
|
0.01
|
23
|
Berdasarkan
data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus AC diatas dapat kita ketahui bahwa
nilai arus listrik yang melewati rangkaian bernilai sama yakni sebesar 0.01 A.
Sedangkan pada hasil pengamatan multitester juga didapatkan nilai V-out yang
hampir mendekati nilai V-in yang diberikan pada sumber tegangan AC.
Sementara
itu, pada praktikum yang sama namun dengan sumber tegangan yang berbeda yakni
sumber tegangan DC didapatkan data hasil pengamatan seperti pada tabel 2
dibawah ini.
Tabel 2. Data hasil pengamatan Praktikum 1 pada arus DC
Vin (volt)
|
Nyala Lampu
|
I (ampere)
|
Vout (volt)
|
5
|
Mati
|
0.004
|
1.4
|
10
|
Mati
|
0.0065
|
3.2
|
15
|
Mati
|
0.0067
|
4.4
|
20
|
Mati
|
0.01
|
6.2
|
25
|
Sangat redup
|
0.01125
|
7.8
|
Pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa nilai arus listrik yang melewati rangkaian berbeda
untuk setiap variasi nilai tegangan input yang diberikan oleh sumber tegangan
DC. Begitu pula dengan nilai tegangan output yang didapatkan pada hasil
pengamatan kali ini. Nilai V-out yang seharusnya memiliki nilai yang hampir
menyerupai nilai V-in, pada praktikum ini memiliki nilai yang jauh sangat
berbeda. Hal ini bisa diakibatkan oleh pengaruh nilai resistansi pada lampu,
kabel, dan peralatan lain yang digunakan pada praktikum sehingga dapat
mengurangi nilai V-in menjadi V-out dengan selisih nilai yang sangat berbeda
maupun dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan yang tidak cukup paham cara
menghitung tegangan listrik dengan menggunakan multitester sehingga terjadi
kesalahan pengukuran seperti pada data V-out diatas.
Pada praktikum
kedua (Menera Skala Induktor Variabel) digunakan tegangan sumber sebesar 100 V
dan 8 variasi skala induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8.
Seperti pada praktikum pertama, pada praktikum kedua ini akan dilakukan
pengamatan mengenai nilai arus listrik yang melewati rangkaian dan nilai
tegangan listrik pada induktor yang telah diatur berdasarkan dengan variasi
skala induktor yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun data hasil pengamatan
pada Praktikum Menera Skala Induktor Variabel dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini.
Tabel 3. Data hasil pengamatan Praktikum 2
Skala Induktor
|
I (ampere)
|
VL (volt)
|
1
|
0.039
|
0.285
|
2
|
0.039
|
0.290
|
3
|
0.039
|
0.292
|
4
|
0.039
|
0.300
|
5
|
0.039
|
0.310
|
6
|
0.039
|
0.330
|
7
|
0.039
|
0.410
|
8
|
0.039
|
0.500
|
Berdasarkan
data hasil pengamatan Praktikum (Menera Skala Induktor Variabel) diatas dapat
diketahui bahwa nilai arus listrik yang melewati rangkaian untuk semua variasi
skala induktor adalah sama yaitu sebesar 0.039 A. Hal itu sesuai dengan data
hasil pengamatan arus listrik AC pada praktikum pertama yang memiliki nilai
arus listrik AC yang sama juga. Dua hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa arus
listrik AC pada rangkaian listrik akan selalu bernilai konstan tidak
dipengaruhi oleh nilai tegangan input, output, nilai resistansi, dan nilai
induktansi yang diberikan pada rangkaian tersebut.
Begitu pula
pada data hasil pengamatan pada praktikum ketiga (Menentukan Frekuensi dari
Rangkaian Seri Arus AC) yang menggunakan tegangan 100 V dan 8 variasi skala
induktor yakni induktor dengan skala 1 hingga skala 8 seperti yang ditunjukkan
pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Data hasil pengamatan Praktikum 3
Skala Induktor
|
I (ampere)
|
VLC (volt)
|
1
|
0.0021
|
97
|
2
|
0.0021
|
96
|
3
|
0.0021
|
95
|
4
|
0.0021
|
93
|
5
|
0.0021
|
91
|
6
|
0.0021
|
90
|
7
|
0.0021
|
88
|
8
|
0.0021
|
85
|
Pada
tabel 4 (Praktikum 3) diatas juga menunjukkan gejala arus listrik yang sama
dengan gejala arus listrik
untuk Praktikum kedua yaitu pada kedua praktikum ini dihasilkan nilai arus
listrik yang sama untuk semua variasi skala induktor yang diberikan.
Sehingga
dari ketiga data hasil praktikum (Menentukan Kharakteristik Lampu Pijar, Menera
Skala Induktor Variabel, dan Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri Arus AC)
tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai arus listrik yang dihasilkan pada
rangkaian AC akan menghasilkan nilai yang konstan, tidak dipengaruhi oleh
variasi tegangan input, output dan resistansi pada praktikum pertama serta
variasi induktansi pada praktikum kedua.
Kemudian
setelah mendapatkan data hasil pengamatan pada praktikum pertama, kedua, dan
ketiga seperti yang telah dipaparkan diatas, selanjutnya akan dilakukan
perhitungan untuk nilai resistansi lampu pada praktikum pertama. Adapun
persamaan rumus yang digunakan pada perhitungan di Praktikum Menentukan
Kharakteristik Lampu Pijar ini adalah sebagai berikut.
R = …………………………(8)
Dengan
menggunakan persamaan (1) diatas akan didapatkan nilai resistansi lampu untuk
semua variasi tegangan input seperti pada tabel 5 dibawah ini
Tabel 5. Data hasil perhitungan Praktikum 1 pada arus AC
Vin (volt)
|
I (ampere)
|
Vout (volt)
|
R (Ω)
|
5
|
0.01
|
4.2
|
420
|
10
|
0.01
|
9.4
|
940
|
15
|
0.01
|
16
|
1600
|
20
|
0.01
|
19
|
1900
|
25
|
0.01
|
23
|
2300
|
Rata-rata
|
1432
|
Berdasarkan
dengan data hasil perhitungan nilai rasistansi pada praktikum Menentukan
Kharakteristik Lampu Pijar pada arus AC diatas dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai Vin dan Vout yang diberikan, maka nilai resistansi lampu akan
semakin besar sehingga akan didapatkan nilai resistansi lampu rata-ratanya
sebesar 1432 Ω.
Begitu
pula dengan praktikum pertama untuk arus DC, dengan menggunakan rumus mencari
nilai resistansi lampu yang sama akan didapatkan nilai resistansi lampu untuk
semua variasi tegangan input dan output pada arus DC seperti yang ditunjukkan
pada tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Data hasil perhitungan Praktikum 1 pada arus DC
Vin (volt)
|
I (ampere)
|
Vout (volt)
|
R (Ω)
|
5
|
0.004
|
1.4
|
350
|
10
|
0.0065
|
3.2
|
492.31
|
15
|
0.0067
|
4.4
|
656.716
|
20
|
0.01
|
6.2
|
620
|
25
|
0.01125
|
7.8
|
693.33
|
Rata-rata
|
562.47
|
Pada
data hasil perhitungan nilai resistansi lampu pada Praktikum Mentukan
Kharakteristik Lampu Pijar untuk arus DC diatas menghasilkan kesimpulan yang
sama dengan data hasil perhitungan pada praktikum pertama dengan arus AC yaitu
semakin besar nilai tegangan input dan output yang diberikan, maka nilai
resistansi lampu juga akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai resistansi
suatu hambatan sebanding dengan nilai tegangan yang diberikan walaupun nilai
arus listrik yang dihasilkan tidak memiliki nilai kesebandingan apapun dengan
keduanya.
Akan
tetapi, jika diperhatikan lebih lanjut pada tabel hasil perhitungan nilai resistansi
lampu diatas terdapat penyimpangan nilai antara teori hubungan kesebandingan
resistansi dan tegangan diatas dengan data hasil perhitungan. Pada saat
tegangan inputnya sebesar 20 V dan tegangan outputnya sebesar 6.2 V didapatkan
nilai resistansi sebesar 620 Ω. Nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan
nilai resistansi lampu pada saat tegangan inputnya sebesar 15 V yaitu sebesar 656.716 V. Sementara untuk data hasil perhitungan
nilai resistansi yang lain sedah menunjukkan kesesuaian dengan teori hubungan
nilai resistansi dan tegangan tersebut.
Ketidaksesuaian
data hasil pengamatan pada tegangan input 20 V tersebut bisa disebabkan oleh
kesalahan praktikan pada saat melakukan pengukuran nilai Vout seperti yang
telah dijelaskan pada subab analisis data hasil pengamatan Praktikum 1 pada
arus DC sebelumnya.
Terlepas
dari semua ketidaksesuaian data hasil perhitungan pada praktikum 1 arus DC
diatas, selanjutnya akan dilakukan perhitungan nilai induktansi untuk setiap
variasi skala induktor yang diberikan pada rangkaian AC.
Adapun
rumus yang digunakan untuk mencari nilai induktansi pada praktikum kedua ini
antara lain sebagai berikut.
XL =
ω L =
L
=
L = ......................................(9)
Apabila
diketahui bahwa nilai frekuensi tegangan AC pada PLN Indonesia sebesar 50 Hz,
akhirnya dengan menggunakan rumus (2) diatas kita dapat menghitung nilai
induktansi induktor yang digunakan pada Praktikum kedua ini seperti yang akan
ditunjukkan pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Data hasil perhitungan Praktikum 2
Skala Induktor
|
L (henry)
|
1
|
0.023273
|
2
|
0.023681
|
3
|
0.023845
|
4
|
0.024498
|
5
|
0.025314
|
6
|
0.026948
|
7
|
0.03348
|
8
|
0.04083
|
Berdasarkan
dengan data hasil perhitungan nilai induktansi induktor pada praktikum dua
diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala induktor yang digunakan maka
nilai induktansi induktornya juga akan semakin besar. Skala induktor yang
digunakan pada praktikum ini adalah panjang batang magnet logam yang masuk
kedalam lilitan kawat. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa nilai induktansi
suatu induktor dipengaruhi oleh banyaknya lilitan kawat, nilai permeabilitas
bahan, luas permukaan kawat, dan panjang batang magnet logam yang digunakan
seperti pada praktikum kali ini.
Grafik 1. Hubungan Skala Induktor dan
Induktansi
Berdasarkan
dengan grafik Hubungan Skala Induktor dan Induktansi pada grafik 1 diatas
diketahui bahwa nilai regresi linier antara hubungan skala induktor dan induktansinya
adalah sebesar y = 0.0022x + 0.018 dengan gradien kemiringannya sebesar R² =
0.7226. Dengan menggunakan persamaan regresi linier pada grafik diatas kita
dapat menentukan nilai induktansi suatu induktor dengan skala induktor sebagai
variabel x-nya tanpa harus mengukur nilai Vout dan arus listriknya sesuai
dengan rumus (2) diatas. Grafik diatas juga semakin meyakinkan kita bahwa nilai
induktansi berbanding lurus dengan skala induktor. Semakin besar nilai skala
induktor yang diberikan maka nilai induktansi yang dihasilkan juga akan semakin
besar. Hal itu dapat dilihat dari nilai gradien kemiringannya yang mencapai
nilai positif.
Selanjutnya
pada praktikum ketiga yaitu Praktikum Menentukan Frekuensi dari Rangkaian Seri
Arus Listrik ini, akan dilakukan perhitungan nilai frekuensi resonansi pada
rangkaian seri induktor dan kapasitor.
Adapun
rumus yang digunakan pada perhitungan praktikum ketiga ini antara lain.
ƒ = ………………………..(5)
Dengan
menggunakan nilai induktansi induktor pada praktikum kedua dan diketahui bahwa
nilai kapasitansi kapasitor yang digunakan adalah sebesar 4µF, maka dengan
menggunakan rumus (3) diatas, kita dapat menemukan nilai frekuensi resonansi
untuk masing-masing variasi nilai nilai induktansi yang digunakan seperti pada
tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Data hasil perhitungan Praktikum 3
Skala Induktor
|
L (henry)
|
Frekuensi Resonansi (Hz)
|
1
|
0.023273
|
521.8973
|
2
|
0.023681
|
517.3786
|
3
|
0.023845
|
515.6037
|
4
|
0.024498
|
508.6826
|
5
|
0.025314
|
500.4108
|
6
|
0.026948
|
485.0098
|
7
|
0.03348
|
435.1265
|
8
|
0.04083
|
394.0238
|
Karena nilai kapasitansi
kapasitor dan 2π adalah konstan, maka nilai frekuensi resonansi yang terjadi
hanya dipengaruhi oleh nilai kapasitansi yang digunakan. Semakin besar nilai
kapasitansi yang digunakan maka frekuensi resonansi yang dihasilkan justru akan
semakin kecil. Hal itu dapat dilihat di data hasil pengamatan Praktikum 3 pada
tabel 8 diatas. Pada tabel 8 diatas diketahui bahwa pada saat induktansinya
bernilai paling kecil yakni sebesar 0.023273 Henry,
nilai frekuensi resonansinya justru menghasilkan nilai yang terbesar yakni
sebesar 521.8973 Hz. Sementara itu pada tabel 4 (Data hasil pengamatan
Praktikum 3) sebelumnya diketahui bahwa semakin besar nilai skala induktor yang
diberikan, maka nilai tegangan output LC yang dihasilkan justru akan semakin
kecil. Sedangkan nilai induktansi induktor sebanding dengan nilai skala
induktornya. Sehingga dari ketiga hubungan ini dapat kita simpulkan bahwa nilai
induktansi induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan
berbanding terbalik dengan nilai tegangan LC-nya.
Sehingga
berdasarkan dengan kesimpulan hipotesis awal tersebut dapat kita buktikan
dengan mengamati grafik hubungan induktansi dan VLC berikut ini.
Grafik 2. Hubungan Induktansi dan VLC
Sesuai dengan hasil hipotesis
awal, pada grafik 2 diatas, diketahui memiliki persamaan regresi linier sebesar
y = -601.22x + 108.55 dan R² = 0.8161 dengan gradient kemiringannya bernilai
negatif. Nilai gradient negatif tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara
induktansi dan nilai tegangan LC tersebut adalah berbanding terbalik. Hal itu
sesuai dengan hipotesis awal bahwa nilai induktansi induktor berbanding
terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik dengan nilai
tegangan LC-nya.
Seperti yang
telah diketahui bahwa frekuensi resonansi dapat terjadi apabila arus
dalam keadaan maksimum sedangkan tegangan antara induktor dan kapasitor dalam
keadaan minimum, sehingga nilai reaktansi induktif akan sama besarnya dengan
reaktansi kapasitif dan nilai frekuensi resonansinya berbanding terbalik dengan
nilai dari induktansinya.
Berdasarkan
dengan kesimpulan awal bahwa nilai induktansi
induktor berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding
terbalik dengan nilai tegangan LC-nya. Maka nilai frekuensi resonansinya juga
akan sebanding dengan nilai VLC. Jika variabel VLC diatas
digantikan oleh variabel frekuensi resonansi, maka akan didapatkan hubungan
antara nilai induktansi dan frekuensi resonansi yang saling berbanding
terbalik. Hal ini sesuai dengan teori persyaratan terjadinya frekuensi
resonansi yang telah dikemukakan diatas.
IV.KESIMPULAN
Pada praktikum
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-Balik (E4) terdapat 3 jenis Praktikum yang
dilakukan.
Pada praktikum
pertama dengan tema Menentukan Kharakteristik Lampu Pijar didapatkan bahwa
lampu pijar pada arus AC memiliki nilai resistansi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan nilai resistansi pada arus DC yakni sebesar 1432 Ω dan 562.47
Ω. Sedangkan arus listrik yang dihasilkan pada rangkaian AC relatif lebih besar
dan konstan dibandingkan dengan arus listrik pada rangkaian DC. Pada praktikum
ini tidak diketahui lampu pada rangkaian apa yang memiliki nyala lampu paling
terang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar hasil percobaan, lampu tidak
menyala atau menyala dengan sangat redup sehingga tidak bisa dibandingkan nyala
lampu dengan rangkaian apa yang lebih terang.
Berdasarkan
dengan data hasil pengamatan dan perhitungan pada praktikum kedua dengan tema
Menera Skala Induktor Variabel, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai
skala induktor yang diberikan maka nilai induktansi yang dihasilkan juga akan
semakin besar. Hal itu juga dapat dibuktikan melalui hubungan antara nilai
skala induktor dan nilai induktansi pada grafik 1 yang memiliki gradient
kemiringan bernilai positif.
Sementara itu,
pada praktikum ketiga dengan tema Menentukan Frekuensi Dari Rangkaian Seri Arus
AC, dapat disimpulkan bahwa nilai induktansi induktor
berbanding terbalik dengan nilai frekuensi resonansi dan berbanding terbalik
dengan nilai tegangan LC-nya. Maka nilai frekuensi resonansinya juga akan
sebanding dengan nilai VLC. Hal itu sesuai dengan yang ditunjukkan
pada grafik 2 (Hubungan nilai induktansi dan nilai tegangan LC) yang memiliki
gradient kemiringan negatif.
UCAPAN TERIMA KASIH
Para penulis
mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium Elektronika Dasar 1 yang telah membimbing kami dalam
melaksanakan praktikum ini, serta teman-teman yang telah membantu dalam
praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Cooper,
D. William. 1999. Instrumentasi
Elektronik dan Teknik Pengukuran. Penerbit Erlangga, Jakarta. (pp 117-168)
[2] Jones, D. Larry & Chn, A. Foster.
2011. Electronic Instruments & Measurement. Wiley &Son, New York. (pp
284-349)
[3] Margunadi, A.R. 1990. Teori Rangkaian. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
[4] Suryatmo, F. 1986. Teknik Listrik Pengukuran. Bina Aksara,
Jakarta.
[5] Bueche, Freserick J dan Hecht,
Eugene. 2006. Fisika Universitas.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
[6] Giancolli, Douglas C. 2001. Fisika. Penerbit Erlangga, Jakarta.
[7] Freedman,Young. 2012. “Fisika
Universitas”. Jakarta: Erlangga
lampu pijar 25 watt/220v kok disupply dengan tegangan DC????????? BAHAYA.. untung ada kapasitornya. kalau gak ada mesti lampunya sudah WASSALAM...
BalasHapusLAMPU Pijar tidak boleh disupply DC langsung, BAHAYA!!! karena akan short circuit (tidak ada hambatan induktif). Di percobaan anda, lampu terlihat mati (dan selamanya akan mati) karena supply yg digunakan adalah DC dengan kapasitor dirangkai seri (ingat prinsip pemuatan kapasitor di DC).
KESIMPULAN : PERCOBAAN 1 dengan DC SUPPLY=NGAWUR.
Di percobaan 1 yg pake supply AC lampu terlihat redup bahkan mati karena daya efektif yg masuk ke lampu sangat kecil akibat beda fasa arus dan tegangannya. karena pakai kapasitor maka faktor daya tidak lagi mendekati satu, bisa jadi setengah bahkan nol.. coba ganti kapasitor dengan nilai uFarad yg lebih besar sampai mendekati frekuensi resonansi 50Hz (PLN) maka lampu akan semakin terang..
lampu pijar di rangkaian AC sudah tidak lagi bersifat resistif melainkan bersifat reaktif karena punya reaktansi induktif. jadi SALAH BESAR kalau mengukur resistansi kawat lampu pijar di rangkaian AC. harusnya pakai ohmmeter saja, bukan seperti perhitungan dari rangkaian DC di atas.. (BAHAYA kalau tidak ada Kapasitornya).
SALAM
Fithro (PHYSICS '07)
Mohon maaf sebelumnya karna saya masih blajar, saya sering pake tegangan DC untuk lampu pijar tpi lampu pijarnya tidak apa2, disini lampu pijar sama saja dengan lampu rem pd motor ato sejenisnya, yg membedakan hanya tegangan dan arus, jadi menurut saya tidak apa2 jika pake DC, yg bahaya lampu neon jika tidak pake C...
BalasHapus